Adventure
Kamis, 13 November 2014
MOUNTERING
Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu
kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang
menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya).
Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demikian
bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan
aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki
dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang
harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan
pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki
gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering.
Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan,
yaitu :
1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan
yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang
hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol
adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia
tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak
metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara
khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti,
tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah
cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik
pendakian tebing gunung salju.
Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup :
Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknikteknik
Rock Climbing dan lain-lain.
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus
menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas
serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan
dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung
tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah
mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui
peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu
daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan
semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan
mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung
keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ
tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan
perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru
itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan
masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya
suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak
dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan
yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan
mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek
pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini
dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor
intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk
pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasanketerbatasan
pada diri kita sendiri.
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam
dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :
1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
• Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus :
Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian,
persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan
dengan pendakian.
• Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan
ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara
pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung
tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian.
Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
– Kelompok pelopor
– Kelompok inti
– Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp
pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan
(disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan
sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di
puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang
tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala
konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun
jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila
dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin
bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita,
itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh
di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang
pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.
1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia
memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh
terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan
terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal
(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu
banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan
tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk
menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh
biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi
haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi
Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu
untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan
aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga
merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang
ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan
neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang
enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit
gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok
pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan
membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
• Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
• Sukar atau tidak dapat tidur
• Kehilangan control emosi atau lekas marah
• Bernafas agak berat/susah
• Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
• Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi
maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah
kekosongan perut.
• Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai
puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini
ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana
sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli
lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul
rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada
koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata
dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.
4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang
maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan
kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran
peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki
jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin
darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal
tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke selsel
yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan
sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri
(mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan
denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah
lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya
apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang
tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga
daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan
beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.
VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
• Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta.
Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik
diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi
kita pada peta.
• Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai
:
1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik
identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada
altimeter adalah kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung,
kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis
dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang
telah kita daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai
dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peta dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui
atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam
praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang
sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi.
Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu
dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal
perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada
baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal,
mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali
ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alatalat
seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan
perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A. Keadaan udara
• Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang
tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu
Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
• Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila
tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
• Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau
hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok
seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam
menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
– Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
– Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
– Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.
3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan
setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter
tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan
rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak.
Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum
berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin
diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini
dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik.
Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
MANAJEMEN PERJALANAN & PERALATAN
Perencanan perjalanan
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan datadata
kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau
artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan
pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi
dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi
yang akan kita daki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara
detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama
kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu
dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta
prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara
teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai
dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain
(satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan
sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam ■ menghadapi medan.
■ Mempelajari medan yang akan ditempuh.
■ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
■ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
■ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
Perlengkapan dasar perjalanan
■ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas
hujan, dll.
■ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
■ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
■ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper /
tissu, dll.
■ Ransel / carrier.
Perlengkapan pembantu
■ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, ■ pensil dll.
■ Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
■ Jam tangan.
Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.
• Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
• Masukkan dalam kantong plastik.
• Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis :
Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
• Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin
dengan tubuh dan mudah diambil.
• Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan
badan / punggung.
• Buat Checklist barang barang tersebut
Pedoman Perjalanan Alam Terbuka
Untuk merencanakan suatu perjalanan ke alam bebas harus ada persiapan dan
penyusunan secara matang. Ada rumusan yang umum digunakan yaitu 4W & 1 H, yang
kepanjangannya adalah Where, Who, Why, When dan How.
Berikut ini aplikasi dari rumusan tersebut:
• Where (Dimana), untuk melakukan suatu kegiatan alam kita harus mengetahui
dimana yang akan kita digunakan, misalnya: Tangkiling-Bukit Batu-Palangkaraya.
• Who (Siapa), apakah anda akan melakukan kegiatan alam tersebut sendiri atau
dengan berkelompok. contoh: satu kelompok (25 personil) terdiri dari 5 orang
anggota penuh (panitia) dan 20 orang siswa DIKLAT (peserta)
• Why (Mengapa), ini adalah pertanyaan yang cukup panjang jawabannya dan bisa
bermacam-macam contoh : Untuk melakukan DIKLATSAR.
• When (Kapan) waktu pelaksanaan kegiatan tersebut, berapa lama ? contoh : 23
Februari 2005 sampai dengan 25 Februari 2005
Dari pertanyaan-pertanyaan 4 W, maka didapat suatu gambaran sebagai berikut: pada
tanggal 23-25 Februari 2007 akan diadakan DIKLAT, yang akan dilaksanakan oleh 5
panitia dan diikuti 20 orang siswa DIKLAT. Tempat yang digunakan untuk DIKLAT
tersebut yaitu di Lompobattang-Bawakaraeng.
Untuk How [Bagaimana] merupakan suatu pembahasan yang lebih komprehensif dari
jawaban pertanyaan diatas ulasannya adalah sebagai berikut :
• Bagaimana kondisi lokasi
• Bagaimana cuaca disana
• Bagaimana perizinannya
• Bagaimana mendapatkan air
• Bagaimana pengaturan tugas panitia
• Bagaimana acara akan berlangsung
• Bagaimana materi yang disampaikan
• dan masih banyak “bagaimana ?” lagi (silahkan anda mengembangkannya lagi)
Dari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul itulah kita dapat menyusun
rencana gegiatan yang didalamnya mencakup rincian :
1. Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi basecamp, pembagian waktu dan
sebagainya.
2. Pengurusan perizinan
3. Pembagian tugas panitia
4. Persiapan kebutuhan acara
5. Kebutuhan peralatan dan perlengkapan
6. dan lain sebagainya.
Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan
perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR, dll)
3. Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb)
4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban
5. Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)
Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan
perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi
sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan
mengangkat beban sampai 30 kg.
Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan
medannya, yaitu :
1. Perjalanan pendakian gunung
2. Perjalanan menempuh rimba
3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa
4. Perjalanan penelusuran gua
5. Perjalanan pelayaran
Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis
medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan
perlengkapannya sebagai berikut :
1. Perlengkapan dasar, meliputi :
o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan
o Perlengkapan untuk istirahat
o Perlengkapan makan dan minum
o Perlengkapan mandi
o Perlengkapan pribadi
2. Perlengkapan khusus, disesuaikan dengan perjalananan, misalnya
o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll)
o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll)
o Perlengkapan pendakian tebing batu (carabineer, tali, chock, dll)
o Perlengkapan penelusuran gua (helm, headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll)
3. Perlengkapan tambahan
Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya :
semir, kelambu, gaiter, dll).
Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum
memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan
dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan
tidak.
Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk
perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang
lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari
rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang
bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita.
Yang tidak kalah pentingnya adalah anda akan mendapatkan point-point bagi
kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Packing
Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan
dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking
barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan
perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan.
Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah :
1. Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa
beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya
pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah
mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak
dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda menekan
pinggul belakang. Ingat : Letakkan barang yang berat pada bagian teratas dan
terdekat dengan punggung.
2. Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak
Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda
menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan
keseimbangan seperti : meniti jembatan dari sebatang pohon, berjalan dibibir
jurang, dan keadaan lainnya.
Pertimbangan lainnya adalah sebagai berikut :
• Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung
untuk mempermudah pengorganisasiannya. Misal : alat mandi ditaruh dalam satu
kantung plastik.
• Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan
dibiarkan kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan
makanan kedalamnya, misal : beras dan telur.
• Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada
saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier.
• Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar
carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan
berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier.
Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu
angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda ,
tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah
dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang
yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan
bobot yang ringan dan hanya membawa barang yang benar-benar perlu.
Memilih dan Menempatkan Barang
Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas
selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan
untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh : Alumunium foil, bisa
untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan
yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier.
Matras ; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi
yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan
pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus
tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini
mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula
pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
Kantung Plastik ; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan
berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun, baju
basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir
barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian,
makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin
memilih pakaian, makanan dsb.
Menyimpan Pakaian ;
Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus
pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah
dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak
dicampur dengan pakaian bersih.
Menyimpan Makanan ;
Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan
plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet
didekat puncak / base camp terakhir suka membongkar isi tenda untuk mencari
makanan.
Menyimpan Korek Api Batangan ;
Simpan korek api batangan anda didalam bekas tempat film (photo), agar korek api
anda selalu kering.
Packing Barang / Menyusun Barang Di Carrier ;
Selalu simpan barang yang paling berat diposisi atas, gunanya agar pada saat
carrier digunakan, beban terberat berada dipundak anda dan bukan di pinggang anda
hingga memudahkan kaki melangkah.
Perlengkapan Pribadi Alam Bebas
Outdoor activity atau kegiatan alam bebas merupakan kegiatan yang penuh resiko dan
memerlukan perhitungan yang cermat. Jika salah-salah maka bukan mustahil musibah
akan mengancam setiap saat. Sebagai contoh, sebuah referensi pernah mencatat bahwa
salah satu kegiatan alam bebas yaitu rock climbing [panjat tebing] merupakan jenis
olahraga yang resiko kematiannya merupakan peringkat ke-2 setelah olahraga balap
mobil formula-1.
Tentu saja resiko tersebut terjadi apabila safety-procedure tidak menjadi
perhatian yang serius, tetapi apabila safety-procedure diperhatikan dan sering
berlatih, maka resiko tersebut dapat ditekan sampai titik paling aman.
Perjalanan alam bebas pasti akan bersentuhan dengan cuaca, situasi medan dan waktu
yang kadang tidak bersahabat, baik malam atau siang hari, oleh karena itu perlu
dipersiapkan perlengkapan yang memadai.
Salah satu “perisai diri” ketika melakukan aktivitas alam bebas adalah
perlengkapan diri pribadi. Berikut digambarkan beberapa perlengkapan pribadi
standard.
1. Tutup kepala/topi
Untuk melindungi diri dari cuaca panas atau dingin perlu penutup kepala. Dalam
keadaan panas atau hujan, maka tutup kepala yang baik adalah yang juga dapat
melindungi kepala dan wajah sekaligus. Untuk ini pilihan terbaik adalah topi rimba
atau topi yang punya pelindung keliling. Topi pet atau topi softball tidak
direkomendasikan.
Pada cuaca dingin malam hari atau di daerah tinggi, maka penutup kepala yang baik
adlah yang dapat memberikan rasa hangat. Pilihannya adalah balaklava atau biasa
disebut kupluk.
2. Syal-slayer
Slayer atau syal bukan hanya digunakan sebagai identitas organisasi, tetapi
sebetulnya mempunyai fungsi lainnya. Syal/slayer dapat digunakan untuk
menghangatkan leher ketika cuaca dingin, dapat juga digunakan sebagai saringan air
ketika survival. Syal/slayer juga sangat berguna ketika dalam keadaan darurat,
baik digunakan untuk perban darurat atau sebagai alat peraga darurat. Oleh
karenanya disarankan menggunakan syal/slayer yang berwarna mecolok dan terbuat
dari bahan yang kuat serta dapat menyerap air namun cepat kering.
3. Baju
Kebutuhan ini multak, tidak bisa beraktivitas tanpa baju [bayangkan kalau tanpa
ini, maka kulit akan terbakar matahari]. Baju yang baik adalah dari bahan yang
dapat menyerap keringat, tidak disarankan menggunakan baju dari bahan nilon karena
panas dan tidak dapat meyerap keringat. Baju dengan bahan demikian biasanya adalah
planel atau paling tidak kaos dari bahan katun.
Pilihan warna untuk aktivitas lapangan seperti halnya juga slayer/syal adalah yang
mencolok agar bisa terjadi keadaan darurat [misalnya hilang] dapat dengan mudah
diidentifikasi dan dikenali.
Dalam beraktivitas di alam bebas jangan pernah melupakan baju salin/ganti, hal ini
karena aktivitas lapangan akan sangat banyak mengeluarkan energi yang membuat
badan kita berkeringat. Bawalah baju salain 2 atau 3 buah.
4. Celana
Celana lapang yang baik adalah yang memnuhi syarat ringan, mudah kering dan dapat
menyerap keringat. Pemakaian bahan jeans sangat tidak direkomendasikan karena
berat dan susah kering dan membuat lecet. Celana yang baik adalah kain dengan
tenunan ripstop [bila berlubang kecil tidak merembet atau robek memanjang]. Bila
aktivitas dilakukan di daerah pantai atau perairan juga baik bila menggunakan
bahan dari parasut tipis.
Selain celana panjang, jangan lupa bahwa under-wear juga penting. jangan lupa juga
untuk menyediakan serep ganti.
5. Jaket
Salah satu perlengkapan penting dalam alam bebas adalah jaket. Jaket digunakan
untuk melindungi diri dari dingin bahkan sengatan matahari atau hujan.
Jaket yang baik adalah model larva, yaitu jaket yang panjang sampai ke pangkal
paha. Jaket ini juga biasanya dilengkapi dengan penutup kepala [kupluk]. Akan
sangat baik bila jaket yang memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan dalam
biasanya berbahan penghangat dan menyeyerap keringat seperti wool atau polartex,
sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan dingin. Kini teknologi tekstil sudah
mampu memproduksi Gore-Tex bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki bahan ini
memungkinkan kulit tetap bernafas, tidak gerah mengeluarkan keringat mampu menahan
angin (wind breaking) dan resapan air hujan (water proff) sayang, bahan ini masih
mahal. Yang paling baik jaket terbuat dari bulu angsa-biasanya digunakan untuk
kegiatan pendakian gunung es].
6. Slepping bag
Istirahat adalah kebutuhan pegiat alam bebas setelah aktivitas yang melelahkan
seharian. Tempat istirahat yang ideal adalah dengan menggunakan slepping bag
[kantong tidur]. Slepping bag yang baik juga biasanya terbuat dari dua sisi, yaitu
yang dingin, licin dan tahan air satu sisi, dan yang hangat dan tebal disisi lain.
Penggunaannya sesuai dengan cuaca saat istirahat.
7. Sepatu
Sepatu yang baik yaitu yang melindungi tapak kaki sampai mata kaki, kulit tebal
tidak mudah sobek bila kena duri. keras bagian depannya, untuk melindungi ujung
jari kaki apabila terbentur batu. bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala
arah dan cukup kaku, ada lubang ventilasi bersekat halus. Gunakan sepatu yang
dapat dikencangkan dan dieratkan pemakaiannya [menggunakan ban atau tali.
Dilapangan sepatu tidak boleh longgar karena akan menyebabkan pergesekan kaki
dengan sepatu yang berakibat lecet. Penggunaan sepatu juga harus dibarengi dengan
kaos kaki. Untuk ini juga sebaiknya disediakan kaos kaki serep bila suatu saat
basah.
8. Carrier
Carrier bag atau ransel sebaiknya gunakan yang tidak terlalu besar tetapi juga
tidak terlampau kecil, artinya mampu menampung perlengkapan dan peralatan yang
dibawa. Sebaiknya jangan menggunakan carrier yang mempunyai banyak kantong
dibagian luar karena dalam keadaan tertentu ini akan menghambat pergerakan.
Gunakan carrier yang ramping walaupun agak tinggi, ini lebih baik daripada yang
gemuk tetapi rendah. Sebelum berangkat harus diperhatikan jahitan-jahitannya,
karena kerusakan pada jahitan terutama sabuk sandang akan berakibat sangat fatal.
9. Alat masak, makan dan mandi
Perlengkapan sangat penting lainnya adalah alat masak, makan dan mandi.
Bagimanapun juga dalam kondisi lapangan kita sangat perlu untuk menghemat aktu dan
bahan masalak. Gunakan alat dari alumunium karena cepat panas, untuk ini nesting
menjadi pilihan yang sangat baik, disamping dia ringkas dan serba guna. Juga perlu
dipersiapkan alat bantu makan lainnya (sendok, piring, dll) dan pastikan bahan
bakar untuk memasak / membuat api seperti lilin, spirtus, parafin, dll.
Jangan lupa juga siapkan phiples minum sebagai bekal perjalanan [saat ini banyak
tersedia model dan jenis phipless].
Perlengkapan mandi juga sangat penting karena tidak jarang perjalanan dilakukan
berhari-hari dengan tubuh penuh keringat. Bawalah alat mandi seperti sabun yang
berkemasan tube agar mudah disimpan dan tidak perlu membuang sampah bungkusan
disembarang tempat.
10. Obat-obatan dan Survival Kits
Perlengkapan pribadi lainnya yang sangat penting adalah obat-obatan, apalagi kalau
pegiat mempunyai penyakit khusus tertentu seperti asma. Disamping obat-obatan juga
setidaknya mempunyai kelengkapan survival kits.
Perencanaan Perbekalan
Dalam perencanaan perjalanan, perencanaan perbekalan merupakan salah satu hal yang
perlu mendapat perhatian khusus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Lamanya perjalanan yang akan dilakukan
Aktifitas apa saja yang akan dilakukan
Keadaaan medan yang akan dihadapi (terjal, sering hujan, dsb)
Sehubungan dengan keadaan diatas, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan
dalam merencanakan perjalanan:
a. Cukup mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yang memadai.
b. Terlindung dari kerusakan, tahan lama, dan mudah menanganinya.
c. Sebaiknya makanan yang siap saji atau tidak perlu dimasak terlalu lama, irit
air dan bahan bakar.
d. Ringan, mudah didapat
e. Murah
Untuk dapat merencanakan komposisi bahan makanan agar sesuai dengan syarat-syarat
diatas, kita dapat mengkajinya dengan langkah-langkah berikut :
Dengan informasi yang cukup lengkap, perkirakan kondisi medan, aktifitas tubuh
yang perlukan, dan lamanya waktu. Perhitungkan jumlah kalori yang diperlukan.
Susun daftar makanan yang memenuhi syarat diatas, kemudian kelompokan menurut
komposisi dominan. Hidrat arang, ptotein, lemak, hitung masing-masing kalori
totalnya (setelah siap dimakan).
Perhitungan untuk vitamin dan mineral dapat dilakukan terakhir, dan apabila ada
kekurangan dapat ditambah tablet vitamin dan mineral secukupnya.
Catatan :
Kandungan kalori : – hidrat arang 4 kal/gr
– lemak 9 kal/gr
– protein 4 kal/gr
Kalori paling cepat didapat dari :
1. Hidrat arang
2. lemak
3. protein
Kebutuhan kalori per 100 pounds berat badan (sekitar 45 kg)
1 Metabolisme basal 1100 kalori
2 Aktifitas tubuh :
Jalan Kaki 2 mil/jam 45 kal/jam
3 mil/jam 90 kal/jam
4 mil/jam 160 kal/jam
Memotong kayu/tebas
260 kal/jam
Makan
20 kal/jam
Duduk (diam)
20 kal/jam
Bongkar pasang ransel, buat camp
50 kal/jam
Menggigil
220 kal/jam
3 Aktifitas dinamis khusus = 6 – 8 % dari 1 dan 2
4 Total kalori yang dibutuhkan = 1 + 2 + 3
Jenis Bahan Makanan dan Macam Makanan
Sumber kalori dari hidrat arang tiap 100 gram
Beras giling 360 kal Nasi 178 kal
Havermout 390 kal Kentang 90 kal
Singkong 140 kal Macaroni 363 kal
Maizena 343 kal Roti 248 kal
Tape singkong 173 kal Gaplek 363 kal
Biskuit 458 kal Sagu 353 kal
Terigu 365 kal Ubi 123 kal
Gula pasir 364 kal Gula aren 368 kal
Madu 294 kal Coklat pahit 504 kal
Coklat manis 472 kal Coklat susu 381 kal
Sumber Protein (tiap 100 gram)
Tempe 119 kla
Kacang tanah rebus dengan kulit 360 kal
Telur ayam 162 kal
Telur bebek 189 kal
Sumber protein dan lemak (tiap 100 gram)
Corned 241 kal
Daging asap 191 kal
Dendeng 433 kal
Sardens 338 kal
Menu makanan satu hari :
Mie 1.5 gelas 335 kal
Susu kental manis ½ gelas 336 kal
Dodol ½ ons 200 kal
Coklat 1 ons 472 kal
Nasi 2 ons 360 kal
Roti 1 ons 248 kal
Biscuit 1 ons 458 kal
Corned ½ ons 120 kal
Dendeng 1 ons 433 kal
TOTAL 2962 kal
“Bila engkau tidak dapat menjadi beringin yang tegak diatas puncak bukit, maka
jadilah saja rumput, tetapi rumput yang tumbuh memperkuat tanggul. Bila engkau
tidak bisa menjadi jalan besar, maka jadilah saja jalan setapak, tetapi jalan
setapak yang menuju ke mata air. Tidak semuanya dapat menjadi nahkoda, tentu harus
ada kelasi. Sebaik-baiknya engkau adalah menjadi dirimu sendiri.”
Perjalanan ke alam terbuka pasti mengandung resiko. Tiap perjalanan memiliki
tingkat resiko dan bahaya yang bervariasi.bahaya dan resiko tersebut dapat jauh
diminimalisir dengan berbagai persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki
seorang pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain:
1. Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat
pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu,
seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan
sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki
dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
2. Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau
berenang secara rutin sebelum mendaki.
3. Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco,
pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan,
sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda,
kantung tidur, matras.
4. Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa
banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas.
Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
5. Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus
bagi penderita penyakit tertentu.
6. Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang
kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan
ragu untuk kembali pulang.
Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu
bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan
dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut.
Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara
fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena
tidak ada pula tantangan.
Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap
melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung
memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para
sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari
sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalamanpengalaman
yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk selfesteem
[kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang
dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang
dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan
dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan
faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman
para pendaki dalam mendaki gunung.
Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan
sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya, sensation
seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem
pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian
dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika,
pengetahuan dan ketrampilan.
• Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan
fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
• Kesiapan fisik.
Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching
/perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah
perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelanpelan)
Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan
kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja situp,
push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya
melebihi porsi sebelumnya.
• Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan
yang akan dituju.
• Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi
pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency
medical care] praktis.
Mengenal Jenis Gunung dan Grade Pendakian
Pada garis besar gunung terbagi menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak
aktif. Berdasar bentuknya dibagi menjadi :
1. Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) == seperti perisai
2. Gunung berapi strato
3. Gunung berapi maar == Gunung berapi yang meletus sekali dan segala aktivitas
vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja.
Macam dan tingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung
bersalju (es) dan gunung batu. Keduanya mambutuhkan persiapan dan perlengkapan
yang matang. Menurut Club “Mountaineers”, Seatle Washington, dasar pembagian
tingkat pendakian ada dua cara.
1. Berdasar penggunaan alat teknis yang dipakai ( class)
• class 1 ; lintas alam tanpa bantuan tangan
• class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan
• class 3 ; pendakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki,
tali mungkin dibutuhkan oleh pemula
• class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman
• class 5 ; dibutuhkan tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton,
runner, chocks dll
• class 6 ; mandaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak
diatas paku tebing, memenjat rantai sling atau mengunakan stirupss
Pendakian claass 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki dengan cara
mempergunakan badan sebagai keseimbangan serta tangan untuk berpegangan dengan
medan yang miring sampai 45 derajat] dan class 5 – 6 sudah dapat dikatagorikan
sebagai climbing [panjat]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan
dengan tanpa menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai
pengaman saja ] dan class 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan
menggunakan alat tehnis sebagai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak
atau disentak dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut
rock climbing dan bila dilakukan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing
.
2. Berdasar lama waktu akibat sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade)
• grade I, bagian yang sukar dapat ditempuh dalam beberapa jam
• grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam setengah hari
• grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh
• grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan
bantuan lereng-lereng sempit untuk bisa naik
• grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari
• grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan
dengan banyak sekali kesulitan
3. Berdasarkan tingkat keamanan pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan
• A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan
untuk menjaga keselamatan pendaki
• A2 ;aman, jikapun terjadi masalah, alat masih dapat diandalkan untuk
mencegah akibat yang lebih fatal [misalnya jatuh tidak sampai kedasar]
• A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tidak dapat diandalkan untuk
menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasangan yang sangat teliti dan fall-faktor
yang tidak terlalu berbeban tinggi. Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat akan
copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal
• A4 ;pengaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan beban
jatuh, cenderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki
4. Berdasarkan tingkat kesulitan [difficult] medan pendakian
Tingkatan pedakian dengan dasar perhitungan ini bisa disebut juga dengan Yossemite
Decimal System [YDS]. Pang-katagorian berasal dari USA dan saat ini banyak di
gunakan untuk menentukan grade kesulitan panjat tebing. Oleh karena itu YDS
dimulai dengan grade 5 dan seterusnya. Pengkatagorian demikian biasanya digunakan
untuk jenis pendakian free-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat
bantu dan pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek]
Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah matematis penghitungan decimal, dimana
misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu grade
selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh]. Peng-angka-an ini menjadi “aneh”
akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10, padahal dalam matematika
sebaliknya.
YDS sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13
dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada grade melebihi 5.14.
Perkembangan keanehan peng-angka-an decimal ini menurut beberapa diskusi pegiatan
pendakian dan panjat tebing akibat keselahan memprediksikan kemampuan pendakian
pada saat system YDS dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperkirakan kemampuan
pendakian / panjat hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudian berkembangan
kemampuan pendakian / pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bisa.
Bahkan saking sulitnya menentukan dengan hanya angka-angka decimal yang terbatas,
seiring dengan banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan
pemanjat, maka grade decimalpun ditambahkan dibelangkannya dengan alfhabet.
Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c
Memang sampai saat sekarang barangkali hanya ada beberapa jalur yang dibuat
manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada jalur-jalur pendek.
Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
• 5.8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh
bagian tubuh yang ada untuk menambah ketinggian
• 5.9 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari
• 5.10 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja
perlu keseimbangan [balance] yang baik
• 5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat
minim dan perlu keseimbangan. Jalur hang hampir bisa dipastikan memiliki grade
demikian.
• 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk
menambah ketinggian. Dengan kondisi grip yang kecil di satu bagiannya atau paling
tidak sama
• 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk
menambah ketinggian, itupun dengan grip yang sangat minim.
• 5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat
jalur pendakian/pemanjatan
Makanan (logistik)
Makanan yang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama
pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori
dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan nasi satu
kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat dan
memerluakan waktu yang lama untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar.
Fungsi beras dapat diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit.
Hal yang perlu diperjatikan hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih
dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu
perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan,
dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis.
Umumnya makanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki
kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian
berat ransel dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan
tempat didalam ransel.
Peralatan lain
Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil
yang terdanag dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu berupa obatobatan
seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering, senter, benang, jarum
jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang dibutuhkan dalam keadaan
darurat atau menjaga tubuh tetap bersih.
Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong
plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor
dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa kembali
sampah-sampah pendakian, sampah-sampah sisa makanan atau berkemah, janganlah
dibuang begitu saja di alam terbuka. Selain megotori, membuang sampah dapat
menyulitkan usaha pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau
mengalami kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan
petunjuk dari barang-barang yang tercecer.
Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan
Olah raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan kualifikasinya. Seperti
yang sering kita kenal dengan istilah mountaineering atau istilah serupa lainnya.
Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Hill Walking / Feel Walking
• Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan
peralatan teknis pendakian. Perjalanan ini dapat memakan waktu sampai beberapa
hari. Contohnya perjalanan ke Gunung Gede atau Ceremai.
2. Scarmbling
• Pendakian setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu
terjal. Tangan kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keseimbangan. Contohnya :
pendakian di sekitar puncak Gunung Gede Jalur Cibodas.
3. Climbing
• Dikenal sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu
lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis.
Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan penguasaan
pemakaian peralatan.
Bentuk climbing ada 2 macam :
a. Rock Climbing
– pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang
umumnya ada di daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing
– Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan khusus
sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.
PENGETAHUAN DASAR SURVIVAL
Survival berasal dari kata survive yang berarti mampu mempertahankan diri dari
keadaan tertentu. Dalam hal ini mampu mempertahankan diri dari keadaan yang buruk
dan kritis. Sedangkan Survivor adalah orang yang sedang mempertahankan diri dari
keadaan yang buruk.
Survival adalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup.
Survival merupakan kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi
yang memungkinkan. Kuncinya adalah menggunakan otak untuk improvisasi.
Statistik membuktikan hampir semua situasi survival mempunyai batasan waktu yang
singkat hanya 3 hari atau 72 jam bagi orang hilang, dan yang mampu bertahan cukup
lama tercatat sangat sedikit sekitar 5 persen itupun karena pengetahuan dan
pengalamannya.
Dalam situasi survival janganlah tergesa-gesa menentukan prioritas survival karena
dapat berakibat salah, gagasan kaku yang tidak boleh ditawar-tawar juga akan
berakibat fatal. Ketepatan memutuskan dengan didukung pengalaman dan hasil diskusi
dapat menguntungkan karena situasi darurat perlu pertimbangan dan sikap tegas
dalam mencapai tujuan akhir.
Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan kebutuhan
tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau dampak
akibat pengaruh lingkungan. menggunakan pengetahuan dalam usaha mengatur diri saat
keadaan darurat adalah kunci dari survival. Pengaturan disini adalah memelihara
ketrampilan dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya didalam diri dan kemampuan
memecahkan persoalan, bila pengaturan keliru, tidak hanya badan terganggu akan
tetapi dapat langsung berdampak terhadap kemampuan untuk tetap hidup. Memahami
jenis kebutuhan hidup yang menjadi prioritas sangat menguntungkan didalam situasi
survival.
Dalam kondisi survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau
psikologis untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan
gagasan-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan yang
pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas menantang
terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih baik dan melakukan
adaptasi efektif.
Berikut adalah contoh susunan prioritas dalam keadaan survival :
1. Tentunya yang paling utama adalah udara. bernafas dilakukan setiap detik
untuk bertahan hidup oleh karena itu udara mendapat prioritas utama untuk bertahan
hidup. survival tanpa udara umumnya hanya bertahan selama 3 sampai 5 menit.
2. Selanjutnya dibutuhkan perlin- dungan, dari cuaca buruk dan keganasan alam.
sejak keberadaannya manusia dibatasi lingkungannya sendiri mulai dari temperatur
yang sangat berpengaruh pada tubuh. Untuk itu diperlukan sesuatu yang dapat
melindunginya contohnya api yang dapat menghangatkan dan menjaga temperatur tubuh,
jika tidak ada rumah, tenda atau gua. Api dapat dimasukkan kedalam prioritas kedua
3. Istirahat, sepele namun dibutuhkan, dengan istirahat jaringan tubuh akan
terbebas dari CO2, asam dan pemborosan lain. Istirahat yang dimaksud adalah
istirahat fisik dan juga mental sebab stress dapat mengurangi kemampuan untuk
bertahan. Dengan demikian istirahat dapat dimasukkan kedalam prioritas ketiga.
4. Air. Kehilangan cairan dan kondisi air yang tidak dapat diminum adalah
persoalan didalam survival. Tubuh manusia kira-kira terdiri dari 2/3 jaringan yang
mengandung air dan merupakan bagian sistem sirkulasi di dalam organ tubuh. Air
dapat menjaga suhu tubuh, memperlancar buang air dan mencerna makanan. Kondisi
lingkungan yang exstrem tanpa air dapat mengurangi kemampuan bertahan hidup hingga
tiga hari, sehingga air dapat dimasukkan kedalam prioritas keempat. Sangatlah
bijaksana apabila pemakaian air dapat dihemat.
5. Tubuh manusia membutuhkan makanan tiga kali sehari. Tetapi sementara banyak
manusia di benua lain hanya dapat makan sekali sehari atau bahkan tidak makan
berhari-hari. Catatan menunjukkan bahwa tanpa makanan survivor dapat bertahan
selama 40 sampai 70 hari. Keharusan untuk mendapatkan makanan adalah prioritas
terakhir dalam survival. Penghematan energi adalah salah satu cara untuk
mengimbangi kekurangan makanan.
Sikap dalam Survival
Sikap cepat tanggap dalam keadaan darurat sangat diperlukan. Setiap orang harus
dapat berbuat yang terbaik dalam memprioritaskan pandangan terhadap lingkungan
darurat. Hal ini tidak mudah karena sikap ini perlu latar belakang pengetahuan dan
keterampilan. Bila semua prioritas telah diperoleh, tetapi masih kehilangan
kemauan untuk hidup atau kemampuan untuk menguasai mental yang disebabkan kondisi
fisik, maka akhirnya akan hilang sama sekali. Kondisi yang demikian sangat
membahayakan dan bahkan sesuatu yang menguntungkan pun akan dibuangnya. Juga yang
perlu diingat janganlah meremehkan sesuatu yang anda lihat. Sikap mental positif
sangat diperlukan untuk menganalisa semua yang bertentangan dengan tubuh.
Apa saja yang berguna dalam mengha- dapi situasi survival dapat dilihat dalam dua
persoalan :
1. Kesiapan mendiskusikan dengan jelas “apakah anda ingin hidup ?”, ungkapan
yang sederhana. Secara naluriah manusia mempunyai insting untuk menjaga diri.
Banyak kegiatan survival yang menunjukkan adanya jalan keluar dari periode fisik
ekstrem dan mental stress ke posisi tenang. Sadar atau tidak orang mempunyai
kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kematian. Oleh karena itu setiap orang
juga mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kehidupan.
2. Kemampuan untuk memecahkan persoalan, hal ini didapat jika kita mampu
mempertahankan kondisi tubuh. sebagai contoh : tubuh manusia bekerja optimum
dengan temperatur 37 derajat C. Mengabaikan temperatur lingkungan akan menyebabkan
penyempitan susunan fungsi inti didalam tubuh yang efektivitasnya tinggi yang pada
akhirnya akan mengganggu peredaran darah, menurunkan aktivitas sel, dan akhirnya
otak cepat kehilangan hubungan dengan realitas, akhirnya bertindak irrasional
berbarengan dengan turunnya koordinasi yang akhirnya berakibat fatal. Pengetahuan
dan pengalaman tidak ada artinya kalau tubuh hanya bekerja dengan separuh
kemampuannya, penghematan sumberdaya seperti energi, panas dan air adalah penting.
Mengapa ada Survival ?
Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari
kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain :
• Keadaan alam (cuaca dan medan)
• Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan)
• Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan)
• Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan
kita sendiri. Dalam keadan tersebut ada beberapa faktor yang menetukan seorang
Survivor mampu bertahan atau tidak, antara lain : mental, kurang lebih 80%
kesiapan kita dalam survival terletak dari kesiapan mental kita.
Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari
kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain :
• Keadaan alam (cuaca dan medan)
• Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan)
• Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan)
Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan kita
sendiri.
Definisi Survival
Arti survival sendiri terdapat berbagai macam versi, yang akan kita bahas di sini
hanyalah menurut versi pencinta alam ;
Sadarkan diri dalam keadaan gawat darurat
Usahakan untuk tetap tenang dan tabah
Rasa takut dan putus asa harus hilangkan
Vitalitas mesti ditingkatkan
Ingin tetap hidup dan selamat itu tujuannya
Variasi alam bisa dimanfaatkan
Asal mengerti, berlatih dan tahu caranya
Lancar dan selamat
Jika anda tersesat atau mengalami musibah, ingat-ingatlah arti survival tersebut,
agar dapat membantu anda keluar dari kesulitan. Dan yang perlu ditekankan jika
anda tersesat yaitu istilah “STOP” yang artinya :
Stop & seating / berhenti dan duduklah
Thingking / berpikirlah
Observe / amati keadaan sekitar
Planning / buat rencana mengenai tindakan yang harus dilakukan
Kebutuhan survival
Yang harus dipunyai oleh seorang survivor adalah :
1. Sikap mental ; Semangat untuk tetap hidup, Kepercayaan diri, Akal sehat,
Disiplin dan rencana matang serta Kemampuan belajar dari pengalaman]
2. Pengetahuan ; Cara membuat bivak, Cara memperoleh air, Cara mendapatkan
makanan, Cara membuat api, Pengetahuan orientasi medan, Cara mengatasi gangguan
binatang, Cara mencari pertolongan
3. Pengalaman dan latihan ; Latihan mengidentifikasikan tanaman, Latihan
membuat trap, dll
4. Peralatan ; Kotak survival, Pisau jungle , dll
Langkah yang harus ditempuh bila anda/kelompok anda tersesat :
1. Mengkoordinasi anggota
2. Melakukan pertolongan pertama
3. Melihat kemampuan anggota
4. Mengadakan orientasi medan
5. Mengadakan penjatahan makanan
6. Membuat rencana dan pembagian tugas
7. Berusaha menyambung komunikasi dengan dunia kuar
8. Membuat jejak dan perhatian
9. Mendapatkan pertolongan
Bahaya-bahaya dalam Survival
Banyak sekali bahaya dalam survival yang akan kita hadapi, antara lain :
Ketegangan dan panik
Cara Pencegahan : Sering berlatih, Berpikir positif dan optimis dan Persiapan
fisik dan mental
Matahari / panas
• Kelelahan panas
• Kejang panas
• Sengatan panas
• Keadaan yang menambah parahnya keadaan panas : Penyakit akut / kronis, Baru
sembuh dari penyakit Demam, Baru memperoleh vaksinasi, Kurang tidur, Kelelahan,
Terlalu gemuk, Penyakit kulit yang merata, Pernah mengalami sengatan udara panas,
Minum alkohol, Dehidrasi.
Pencegahan keadaan panas :
• Aklimitasi
• Persedian air
• Mengurangi aktivitas
• Garam dapur
• Pakaian : Longgar, Lengan panjang, Celana pendek, Kaos oblong
Serangan penyakit
Penyakit yang biasa diderita pegiat alam bebas adalah emam, Disentri, Typus,
Malaria
Kemerosotan mental
Gejala : Lemah, lesu, kurang dapat berpikir dengan baik, histeris
Penyebab : Kejiwaan dan fisik lemah atau keadaan lingkungan mencekam
Pencegahan : Usahakan tenang dan tentu saja banyak berlatih
Bahaya binatang beracun dan berbisa
Keracunan
• Gejala ; Pusing dan muntah, nyeri dan kejang perut, kadang-■ kadang mencret,
kejang kejang seluruh badan, bisa pingsan.
• ■ Penyebab : Makanan dan minuman beracun
• ■ Pencegahan : Air garam di minum, Minum air sabun mandi panas, Minum teh
pekat atau di tohok anak tekaknya
Keletihan amat sangat
Pencegahan : Makan makanan berkalori dan Membatasi kegiatan
Bahaya lainnya dalam survival adalah : Kelaparan, Lecet, Kedinginan [untuk
penurunan suhu tubuh 30° C bisa menyebabkan kematian]
Membuat Bivouck (Shelter)
Membuat bivouck atau shelter perlindungan dalam keadaaan darurat sebenarnya
bertujuan untuk untuk melindungi diri dari angin, panas, hujan, dingin dan
gangguan binatang.
Macam –macam bivouck :
1. Shelter asli alam ; Gua [yang bukan tempat persembunyian binatang, tidak ada
gas beracun dan tidak mudah longsor]. Ingat ! didalam gua jangan berteriak karena
dapat meruntuhkan dinding gua.
2. Shelter buatan dari alam ; daun-daunan yang lebar, ranting kayu, atau
separuhnya alam dan separuhnya butan [misalnya ponco di kombinasi dengan ceruk
batu atau pohon tumbang atau ranting kayu]
Syarat bivouck :
• Hindari daerah aliran air [bila terpaksa, maka gunakan bivouck panggung]
• Di atas bivouck / shelter tidak ada dahan pohon mati/rapuh
• Bukan sarang nyamuk/serangga
• Bahan kuat
• Jangan terlalu merusak alam sekitar
• Terlindung langsung dari angin
Mengatasi Gangguan Binatang
Nyamuk ; Obat nyamuk, autan, dll , Bunga kluwih dibakar, Gombal / kain butut
[dalam keadaan memaksa, penulis pernah memotong lengan baju kaos sebagai pengganti
gombal] dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa mengusir
nyamuk , Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk
Laron ; Mengusir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan
Disengat Lebah ; Oleskan air bawang merah pada luka bekas sengatan berkali-kali,
Tempelkan tanah basah/liat di atas luka sengatan, Jangan dipijit-pijit, Tempelkan
pecahan genting panas di atas luka, Olesi dengan petsin untuk mencegah
pembengkakan
Gigitan Lintah ; Teteskan air tembakau pada lintahnya, Taburkan garam di atas
lintahnya, Teteskan sari jeruk mentah pada lintahnya, Taburkan abu rokok di atas
lintahnya, Membuang [mengais] lintah upayakan dengan patahan kayu hidup yang ada
kambiumnya.
Semut Gatal ; Gosokkan obat gosok pada luka gigitan, Letakkan cabe merah pada
jalan semut, Letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut
Kalajengking dan lipan; Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar, Ikatlah
tubuh di sebelah pangkal yang digigit, Tempelkan asam yang dilumatkan di atas
luka, Taburkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka, Taburkan garam di
sekeliling bivouck untuk pencegahan
Ular dll ; Untuk mencegah dan mengobati secara darurat gigitan dan sengatan
binatang berbisa mematikan harus mempelajari Emergency Medical Care [EMC]
Membaca Jejak
Ada beberapa jenis jejak yang dapat diidentifikasi, yaitu jejak buatan, maksudnya
adalah jejak yang dibuat oleh manusia dan jejak alami yaitu tanda jejak sebagai
tanda keadaan lingkungan.
Jejak alami biasanya menyatakan tentang jenis binatang yang lewat dan ada
disekitar, arah gerak binatang, besar kecilnya binatang, cepat lambatnya gerak
binatang. Untuk membaca jejak alami [binatang] dapat diketahui dari telapak yang
ditinggalkan, kotoran yang tersisa, pohon atau ranting yang patah, lumpur atau
tanah yang tercecer di atas rumput.
Air
Seseorang dalam keadaan normal dan sehat dapat bertahan sekitar 20 – 30 hari tanpa
makan, tapi orang tersebut hanya dapat bertahan hidup 3 – 5 hari saja tanpa air.
Ada air yang tidak perlu dimurnikan, seperti air hujan langsung. Untuk memperoleh
air hujan langsung dalam keadaaan sirvive di alam bebas, maka dapat dengan cara
memampung dengan ponco atau daun yang lebar dan alirkan ke tempat penampungan
[nesting atau phipless]
Air dari tanaman rambat/rotan atau bambu. Cara memperolehnya, yaitu potong
setinggi mungkin lalu potong pada bagian dekat tanah, air yang menetes dapat
langsung ditampung atau diteteskan ke dalam mulut.
Selain rotan, bambu dan tumbuhan rambat, air juga dapat diperoleh pada bunga
(kantung semar) dan lumut.
Air yang harus dimurnikan terlebih dahulu antara lain adalah air sungai besar, air
sungai tergenang, air yang didapatkan dengan menggali pasir di pantai (+ 5 meter
dari batas pasang surut). Untuk mendaptkan air di daerah sungai yang kering,
caranya dengan menggali lubang di bawah batuan
Berikutnya air juga dapat diperoleh dari batang pisang, caranya tebang batang
pohon pisang, sehingga yang tersisa tinggal bawahnya [bongkahnya] lalu buat lubang
ditengahnya maka air akan keluar, biasanya dapat keluar sampai 3 kali pengambilan.
Makanan / Sosiologi Botani :
Dalam kondisi hidup dialam bebas ada berbagai makanan yang dapat di konsumsi,
tetapi harus memperhatikan beberapa syarat dan patokan berikut :
• Makanan yang di makan kera juga bisa di makan manusia
• Hati-hatilah pada tanaman dan buah yang berwarna mencolok
• Hindari makanan yang mengeluarakan getah putih, seperti sabun kecuali sawo
dan pepaya.
• Tanaman yang akan dimakan di coba dulu dioleskan pada tangan, lengan, bibir
dan atau lidah, tunggu sesaat. Apabila terasa aman bisa dimakan.
• Hindari makanan yang terlalu pahit atau asam
Peringatan :
Hubungan air dan makanan; Untuk makanan yang mengandung karbohidrat memerlukan air
yang sedikit, Makanan ringan yang dikemas akan mempercepat kehausan, Makanan yang
mengandung protein butuh air yang banyak.
Tumbuhan yang dapat dimakan dapat diketahui dari ciri-ciri fisik, misalnya :
Permukaan daun atau batang yang tidak berbulu atau berduri, tidak mengeluarkan
getah yang sangat lekat, tidak menimbulkan rasa gatal, hal ini dapat dicoba dengan
mengoleskan daunnya pada kulit atau bibir dan tidak menimbulkan rasa pahit yang
sangat [dapat dicoba di ujung lidah]
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa batangnya :
• Batang pohon pisang (putihnya)
• Bambu yang masih muda (rebung)
• Pakis dalamnya berwarna putih
• Sagu dalamnya berwarna putih
• Tebu
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa daunnya :
• Selada air
• Rasamala (yang masih muda)
• Daun mlinjo
• Singkong
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa akar dan umbinya :
Ubi jalar, talas, singkong
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa Buahnya :
Arbei, asam jawa, juwet
Tumbuhan yang dapat dimakan seluruhnya :
• Jamur merang, jamur kayu.
Tetapi ada beberapa jenis jamur beracun yang ciri-cirinya adalah :
• Mempunyai warna mencolok
• Baunya tidak sedap
• Bila dimasukkan ke dalam nasi, nasinya menjadi kuning
• Sendok menjadi hitam bila dimasukkan ke dalam masakan
• Bila diraba mudah hancur
• Punya cawan/bentuk mangkok pada bagian pokok batangnya
• Tumbuh dari kotoran hewan
• Mengeluarkan getah putih
Selain tumbuhan, berbagai hewan yang ditemukan di alam dapat dimakan juga,
misalnya Belalang, Jangkrik, Tempayak putih (gendon), Cacing, burung, Laron,
Lebah, larva, Siput/bekicot, Kadal [bagia belakang dan ekor], Katak hijau, Ular
[1/3 bagian tubuh tengahnya], Binatang besar lainnya.
Ada beberapa ciri binatang yang tidak dapat dimakan, yaitu :
• Binatang yang mengandung bisa : lipan dan kalajengking
• Binatang yang mengandung racun : penyu laut
• Binatang yang mengandung bau yang khas : sigung / senggung
Api
Bila mempunyai bahan untuk membuat api, yang perlu diperhatikan adalah jangan
membuat api terlalu besar tetapi buatlah api yang kecil beberapa buah, hal ini
lebih baik dan panas yang dihasilkan merata.
Cara membuat api dalam keadaan darurat :
• Dengan lensa / Kaca pembesar ; Fokuskan sinar pada satu titik dimana
diletakkan bahan yang mudah terbakar.
• Gesekan kayu dengan kayu ; Cara ini adalah cara yang paling susah, caranya
dengan menggesek-gesekkan dua buah batang kayu sehingga panas dan kemudian
dekatkan bahan penyala, sehingga terbakar
• Busur dan gurdi ; Buatlah busur yang kuat dengan mempergunakan tali sepatu
atau parasut, gurdikan kayu keras pada kayu lain sehingga terlihat asap dan
sediakan bahan penyala agar mudah tebakar. Bahan penyala yang baik adalah kawul /
sabut terdapat pada dasar kelapa, atau daun aren
Survival kits
Survical kits adalah perlengkapan untuk survival yang harus dibawa dalam
perjalanan sebagai alat berjaga-jaga bila terjadi keadaan darurat atau juga dapat
digunakan selama perjalanan.
Beberapa contoh survival kits adalah :
• Mata pancing /kait
• Pisau / sangkur / vitrorinoc
• Tali kecil
• Senter
• Cermin suryakanta, cermin kecil
• Peluit
• Korek api yang disimpan dalam tempat kedap air [tube roll film]
• Tablet garam, norit
• Obat-obatan pribadi
• Jarum + benang + peniti
• Ponco / jas hujan / rain coat
• Lain-lain
Pembelajaran dari mendaki gunung
Mendaki gunung, apa enaknya, ….. apa hikmahnya
Enaknya …… menikmati pemandangan mengagumi kebesaran sang pencipta.
Dapat dibayangkan gunung yang begitu gagahnya serta menjulang dengan ketinggiannya
… yang tersebar diseluruh dunia, dengan bermacam bentuk dan ukuran menandakan
betapa dahsyat, betapa hebat, betapa maha …. Sang pencipta.
Manakala kita berada di puncak gunung, kecil kita ….. segala kesombongan,
keangkuhan, keserakahan akan sirna, bagaikan debu di tiup angin …… hilang tanpa
ada bekas.
Mendaki gunung memberikan hikmah yang begitu dahsyat ….
Disadari atau tidak kita dapat belajar segala hal dalam mendaki gunung, rasa
persaudaran, persahabatan yang kian kental, kemandirian yang kita peroleh, tidak
mudah menyerah, rasa ego yang kian menipis dalam diri, rasa syukur yang makin
tebal.
Mungkin masih teringat dalam benak, disaat kita belum pernah mendaki gunung …..
emosi kita suka meluap, manakala pulang sekolah atau main dari rumah sahabat,
perut lapar…. Dirumah hanya dihidangkan oleh ibunda tercinta nasi dengan lauk
alakadarnya, kita marah, kita hilang selera melihat hidangan yang alakadarnya ……
Setelah mengalami hal yang mengharuskan kita bertahan hidup dalam pendakian ……
makan apapun yang ada dialam, ataupun makan nasi yang masih kurang matang, atau
lauk yang lebih apa adanya dibanding waktu dirumah di bagi dengan kawan
sependakian. Tentunya menyesal kita telah menyia-nyiakan masakan ibunda tercinta
yang sudah menyiapkan makan untuk anak nya tercinta dengan penuh kasih saying,
hanya karena hidangan yang apaadanya.
Masih terlalu banyak pembelajaran dari mendaki gunung.
Terimakasih Allah engkau telah berikan pelajaran berharga, dari ciptaan Mu gunung
yang begitu indah yang bukan hanya untuk dinikmati oleh mata tetapi harus
dinikmati oleh hati nurani yang paling dalam serta menjaganya agar dapat
memberikan pelajaran bagi generasi yang akan datang.
ROCK CLIMBING
Pendahuluan
Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini di
Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan
yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun juga yang
selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik pemanjatan tebing batu yang
memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang dapat dijadikan pijakan
atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah satu cara untuk
mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur dan perlengkapan yang
digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika pemanjatan.
Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan petualngan saja.
Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industrilainnya seperti
wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film,serta industriindustri
lainnya yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock
climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan dunia rock climbing
itu sendiri.
Sejarah Rock Climbing
Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung
dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim dan memiliki tingkat
kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan
tebing terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan
yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seiring
dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualangan
dan olah raga tersendiri.Terdapat informasi tentang sekelompok orang Perancis di
bawah pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097
mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan mereka,
tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebingtebing
batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu Chamois (sejenis
kambing gunung). Jadi pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata
pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan
oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3708 mdpl). Inilah
cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian pada tahun-tahun
berikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang melakukan pemanjatan tebingtebing
di seluruh belahan bumi.
Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat dinding masuk dalam jadwal
olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam olimpiade Munich.
Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia.
Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing Citatah, Padalarang. Inilah
patok pertama panjat tebing modern di Indonesia.
Teknik Dasar Pemanjatan / Rock Climbing
1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga
yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula
biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada
pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan
yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan
dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan
untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke
tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini
memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit
(tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini
dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan
cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan
membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik
dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.
3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolaholah
berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan,
dikenal teknik-teknik berikut.
• Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar.
Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah
sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
• Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan
masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki
menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua
tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan
dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
• Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies).
Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah
tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang
juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
• Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan
kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung
miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang
berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian
bergerak naik ke atas silih berganti.
Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat
Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah
diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan
yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free
climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam
pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut
ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini
seorang pendaki diamankan oleh belayer.
Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan
segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak
memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang
pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada
rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala
gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan
free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko
yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang
mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.
Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor,
stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering
sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau
peluang gerak yang memadai.
Sistem Pendakian
1. Himalaya Sytle
Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai
sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakianpendakian
ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas
beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga
dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah
berhasil untuk seluruh team.
2. Alpine Style
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai tujuan
bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil.
Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi
kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp baru, dan esoknya
dilanjutkan kembali).
Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang
sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai
pendorong gerak turun.
3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk
mengatur kecepatan.
Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling
1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada
teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yang
terkena gesekan akan terasa panas.
2. Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari
brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya
gesek diberikan pada descender atau brakebar.
3. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak
dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis
simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch.
4. Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan.
Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu curam.
Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan
terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan pada
tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali. Sebelum memulai turun, hendaknya :
1. Periksa dahulu anchornya.
2. Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
3. Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan
bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah).
4. Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga
apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga
dapat melihat lintasan yang ada.
5. Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan
lainnya.
Peralatan Pemanjatan
1. Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan
jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan
yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian
dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat
berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang
ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :
• Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali
static digunakan untuk rappelling.
• Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok
(merah, jingga, ungu).
2. Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang
berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :
• Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
• Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)
3. Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi
sling antara lain :
– sebagai penghubung
– membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
– Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
– Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.
4. Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan,
sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau
rappelling.
5. Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila
dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.
6. Harnes / Tali Tubuh
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes :
• Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
• Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung
dirakit oleh pabrik.
7. Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
• Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat.
Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
• Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot.
Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya
tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.
8. Anchor (Jangkar)
Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada
achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam
anchor, yaitu :
• Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing,
tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
• Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada
tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.
Mengetahui perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya
Belay Device (Peralatan untuk Belay)
Belay Device adalah peralatan untuk menahan tali saat pemanjatan
agar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai,
yang paling sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri.
Cam atau Friends
Spring Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam atau
friends adalah peralatan proteksi pemanjatan yang fenomenal,
diciptakan oleh Ray Jardine seorang aerospace engineer yang
senang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya akan mengecil
sehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas ujungnya
akan mengembang memenuhi celah tebing. Cam tersedia dalam beberapa
ukuran disesuaikan dengan lebar celah tebing.
Carabiner
Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis memiliki fungsi tersendiri
dalam pemanjatan.
Carabiner HMS memiliki kunci (screw) sebagai pengaman, dipakai
sebagai anchor pada top roping dan juga dipakai oleh belayer.
Carabiner D atau Oval dan Snap (Snapring) digunakan untuk keperluan
lain seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan draw.
Quickdraw atau Runner
Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis
snapring, dipakai sebagai alat proteksi di tebing.
Hexes
Adalah pasangan sling dengan tabung alumunium (titanium) segi enam.
Berfungsi sama dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit
dalam penempatannya di celah tebing. Seperti cam. hexes tersedia dalam
beberapa ukuran.
Nuts
Nuts adalah peralatan proteksi yang paling banyak dipakai oleh
pemanjat tebing, fungsinya sama dengan cam dan hexes dengan harga
lebih murah.
Tricams
Adalah peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bentuk tetapi
fungsinya sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidak
dianjurkan dipakai untuk pemula.
Prosedur Pemanjatan
Tahapan-tahapan dalam suatu pemanjatan hendaknya dimulai dari langkah-langkah
sebagai berikut
1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
2. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah
untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka
lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
b. Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan
dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan
leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun
memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba
pendakian.
5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus
memasang achor.
6. Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai
belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar